- RT 004 RW 011 VTE Siap Wujudkan Lingkungan Resik dan Guyub
- JMSI Kota Tangerang Rayakan HUT ke-5 Bertepatan dengan HPN ke-79 Santuni Anak Yatim
- Komsos di Kantor Desa, Babinsa Tingkatkan Kerjasama yang Baik
- Gelar Musda VIII IPHI Kabupaten Blitar, KH. Achmad Lazim Kembali Didaulat Sebagai Ketua Periode 2025-2030
- Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok Gelar Jumat Curhat dan Beri Sembako ke Buruh TKBM
- Pegawai KPK Gadungan yang Tipu Mantan Bupati NTT Dijerat UU Pemalsuan Surat
- Rumah Makan Sego Tempong Negoro Buka Cabang di Cililitan, Harga Terjangkau
- Bentuk Kepedulian Terhadap Sesama Kodim 1013 Muara Teweh Laksanakan Bhakti Sosial bertajuk Jumat Berkah
- LPDB-KUMKM dan ID FOOD Bersinergi Perkuat Ketahanan Pangan Nasional
- Kemenkop Kolaborasi Bersama Kemenpar Dalam Penguatan Sektor Pariwisata Melalui Koperasi
Prabowo Dan Politik Kebohongan.
Ahmad Panusunan Nasution, Presidium Perhimpunan Aktivis 98.

Keterangan Gambar : Ahmad Panusunan Nasution, Presidium Perhimpunan Aktivis 98.
Gaya politik Prabowo dalam kancah perpolitikan pada sebuah kontestasi, sepertinya mengadopsi *efek ilusi kebenaran* yang diterapkan oleh ahli & menteri propaganda Nazi, Joseph Goebbels yang mempopulerkan frasa "Argentum ad Nausem" atau lebih dikenal teknik "Big Lie" (Kebohongan besar).
Prinsip dari tekniknya itu adalah, menyebarluaskan pernyataan dan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran.
Kita masih ingat ketika Prabowo mengusung Anies Rasyid Baswedan dalam pertarungan politik di gelanggang pilgub DKI Jakarta kemarin melawan Ahok, dimana Ahok harus terjerat hukum & akhirnya dibui karena dentuman frasa "penista agama" yang bertubi-tubi, sehingga dari dentuman itu menimbulkan demo berjilid-jilid sehingga Ahok akhirnya terpaksa merasakan efek ilusi kebenaran itu yaitu, penjara.
Baca Lainnya :
- Burhanudin Muhtadi: 100 Hari Kabinet Merah Putih, Erick Thohir Masuk Katagori Menteri Berkinerja Terbaik
- Dukung Asta Cita Prabowo, Program BNI BUMI Tingkatkan Ekonomi Hijau
- Dukung Asta Cita Presiden Prabowo, BNI Perkuat Tata Kelola Perusahaan dan Pemberantasan Korupsi
- Menko Pangan Minta Perum Bulog Serap 3 juta Ton Beras Sampai April 2025
- Akselerasi Swasembada Pangan, PTPN Group Jalankan Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan Petani Tebu
Efek ilusi kebenaran yang diterapkan Joseph Goebbels adalah sebuah keyakinan politik, dimana Joseph Goebbels sendiri meyakini bahwa "Tidak ada gunanya berusaha meyakinkan para intelektual. Karena para intelektual tidak akan pernah yakin dan hanya akan menyerah pada (kekuasaan) yang lebih kuat".
Dan Joseph Goebbels beranggapan, "Argumen harus kasar, jelas dan memaksa. Menarik emosi dan naluri. Bukan kecerdasan“.
"Kebohongan akan berjalan dengan baik jika yang menyampaikan penuh percaya diri" jelasnya.
Dan sepertinya gaya politik dengan menggunakan efek ilusi kebenaran digunakan kembali oleh Prabowo dengan timnya di kontestasi pilpres 2024 ini. Ketika para buzzer-buzzer yang dikerahkan oleh tim kemenangannya untuk melakukan pembusukan-pembusukan citra seorang Anies Rasyid Baswedan yang merupakan kompetitor nya dalam pertarungan politik menuju peraihan kursi kekuasaan RI-1.
Narasi-narasi pembohongan yang disebarkan luaskan di media-media sosial dengan melabelkan Anies Rasyid Baswedan sebagai "tukang ngibul", kemudian menjadi senjata ampuh membangun perspektif masyarakat yang minim informasi & literasi tentang sepak terjang Anies Rasyid Baswedan kala menjadi Gubernur DKI Jakarta kemarin.
Rentetan penghargaan dari luar & dalam negeri yang diterima Anies Rasyid Baswedan selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, seakan-akan tidak berarti dengan narasi-narasi pembohongan yang masif & terstruktur di sosial media.
Pola-pola kotor ini (fitnah) yang dapat menjadi karakter & identitas politik bangsa ketika terus dipakai demi sebuah ambisi kekuasaan. Dan seharusnya sudah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk melawan politik-politik kotor samacam itu.
Negeri ini bukan bancakan kaum-kaum pemodal yang berkedudukan kekuasaan.
Negeri ini punya rakyat Indonesia sendiri.
Sudah saatnya rakyat bangkit mengutarakan, "kami butuh perubahan, bukan kebohongan".
