Ahli Hukum Pidana UII, Survei Penegakan Hukum Tidak Bisa di Opinikan Publik

Keterangan Gambar : Poto Istimewa
Megapolitanpos com, Jakarta - Jajak pendapat terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan ada peningkatan persepsi positif dalam penegakan hukum nasional. Survei dilakukan dalam rentang 7-11 Januari 2023, menempatkan 1.221 responden dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Dalam temuan survei, Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, terjadi peningkatan persepsi positif terkait kondisi penegakan hukum. Sebaliknya, persepsi negatif mengalami penurunan cukup signifikan.
Mengenai hal itu, ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir berpendapat, survey dalam hal penegakkan hukum harus dilakukan oleh orang orang yang pernah berhadapan dengan hukum.
Baca Lainnya :
- Korban SK Palsu Rusnawi Terus Tempuh Jalur Hukum, diduga ada Oknum BKKBN Keluarkan NIP
- Cabut Plang di Lahan Sengketa, RT Rahmat Akan di Laporkan Polisi
- Merasa Ditipu oleh Ketua PN Kutai Barat, Seorang Wanita Buat Laporan ke Polisi
- Kejari Bandung Periksa Eks Dirut Bio Farma Honesti Basyir
- Upaya Merebut dan Rebranding Ilegal: Anak Angkat Diduga Kuat Berusaha Merebut Brand Minyak Kutus-Kutus
Menurutnya survei penegakan hukum biasanya mengalami unsur yang sangat tinggi, karena yang menjawab survei itu tidak semuanya berhadapan dengan hukum.
" Tidak semuanya dia pernah menderita karena penegakan hukum. Sehingga dengan demikian kalau ada penilaian yang tinggi terhadap opini saya kira tidak valid," kata Mudzakir dalam wawancara melalui pesan singkatnya, belum lama ini, Minggu(22/01/2023).
Dalam penegakan hukum kata Mudzakir dengan opini manfaatnya tidak tepat karena upaya penegakan hukum adalah dalam rangka penegakan hukum dan dalam rangka untuk mencapai keadilan.
" Keadilan itu rasa, bersumber dari rasa dan rasa itu dari orang yang merasakan proses keadilan itu," tuturnya.
Sehingga katanya kalau dari opini itu tidak tepat walaupun dari orang yang melanggar hukum sekalipun, tapi mungkin diperlakukan tidak adil oleh aparat penegak hukum.
Karena hukum dan penegakan hukum bersifat kualitatif yang berbasis pada rasa keadilan.
" Jadi kalau itu di opinikan publik secara umum itu bisa sesat dan menyesatkan," katanya.
Lebih jauh kata Mudzakir dirinya bisa membuktikan dari orang orang yang diproses hukum yang tidak mendapatkan keadilan.
" Saya bisa membuktikan secara kualitatif ,saya bisa buktikan yang proses proses orang merasa tidak adil, saya bisa membuktikan ketidak adilannya dengan parameter hukum," imbuhnya.
Ditambahkan, Kalau dengan parameter hukum terpidana tidak dapat di opini publik dengan orang yang tidak mengerti hukum, tidak menyelami tentang hukum, hanya karena opini.
" Dan opini itulah kalau di survei bisa sesat dan menyesatkan karena hukum tidak bisa si opinikan berdasarkan dengan orang yang tidak pernah terlibat dalam proses hukum itu," jelasnya.
Dia memberikan contoh, kalau ditanya misalnya Polisi itu profesional atau tidak , lihat saja orang orang yang pernah diproses polisi itu, pernah gak dimintai uang.
" Kalau mereka mengganggap semua bersih dan mereka semua haknya dipenuhi dst,itu baru menujunya hal yang positif tetapi kalau hanya opini orang yang tidak terlibat , saya mohon maaf, itu cara membuat opini sudah salah," katanya.
Karena obyek nya itu bukan di opinikan secara itu karena didalam masalah hukum dikenal bahwa yaitu orang yang bisa membuat opini adalah orang yang terlibat didalam hukum itu.
" Jadi jika orang yang terlibat dalam hukum itu anak seorang ilmu pengetahuan itu namanya doktrin, kan beda lagi," katanya.
Dalam konteks hukum administrasi jangan melihat opini pada orang yang tidak pernah mengalami dalam proses hukum itu. "Jadi hasil survei itu dia mencakup pada orang orang yang pernah berhadapan hukum atau tidak ," katanya.(ASl/Red/Mp)
