Azharuddin: Pengelolaan Tanah Bengkok Desa Sudah Sesuai Aturan Perundangan

Keterangan Gambar : Ketua PAPDESI Kabupaten Blitar H. Tri Haryono
MEGAPOLITANPOS.COM, Blitar - Perkumpulan Aparatur Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Kabupaten Blitar menggelar rapat kusus menyikapi polemik yang berkembang dimasyarakat tudingan miring terhadap pengelolaan tanah bengkok, sejumlah koordijator lapangan kepala desa se Kabupaten Blitar menggelar rapat koordinasi di "Angkringan Randu" Desa Sumberagung Kecamatan Gandusari pada Jum'at (14/10/22).
Rapat koordinasi dipimpin oleh oleh Ketua PAPDESI Kabupaten Blitar H. Tri Haryono bersama jajaran pengurus, dan semua ketua koordinator kecamatan.
Drs.Azharuddin selaku juru bicara PAPDESI Kabupaten Blitar mengungkapkan, pertemuan ini untuk menyikapi munculnya statemen yang diduga bersumber dari ABPEDNAS yang dinggah di sosial media seeta lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kabupaten Blitar, terkait tambahan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, yang bersumber dari tanah bengkok.
Baca Lainnya :
- Kemendagri Beri Penghargaan SPM Terbaik 2025 kepada Pemda
- Kadin Kabupaten Tangerang Gandeng KPK RI : Cegah Korupsi
- Parkir Sejenak Hendak Menyerahkan Berkas, Penyandang Disibilitas Diusir Petugas Samsat Ciledug
- Pemkot Tangerang Raih Juara 1 Tingkat Nasional Penerapan SPM, Mendagri : Bukti Negara Hadir di Tengah Masyarakat
- 2.2 Miliar APBD 2025 Disiapkan Pemkab Majalengka Wujudkan JALISMA, Ini Harapannya
"Itu harusnya dipahami mereka, masalah pengelolaan tanah bengkok jelas ada aturannya, jagan lantas kami di pemerintahan desa lantas dihakimi dan melanggar aturan," ungkapnya
Apa yang menjadi hak dan kuwajiban lanjut Azhar, PAPDESI dalam melangkah sudah sesuai amanat PP no.11 perubahan PP 43 dan PP 47. Pada pasal 100 tanah bengkok dapat digunakan sebagai tambahan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa. " Ayat 3 ini jelas sesuai ketentuan kalau kita bisa memahami semuanya ini bahwa perubahan itu sebenarnya adalah untuk mengembalikan tanah bengkok sebagai kewenangan hak asal usul desa, sebagai ganjaran bagi pelaksana perangkat desa," tandasnya
Pihaknya sangat menyayangkan kenapa ada kelompok kelompok yang berbeda. Padahal jelas disebutkan sesuai pasal 100, PP no. 43 yang sudah mengalami perubahan yakni PP 11. Azharuddin yang juga sebagai Kepala Desa Mandesan Kecamatan Selopuro menekankan, sampai hari ini Pemerintah Desa berusaha melakukan kegiatan itu dengan membuat aturan sendiri yang namanya Perdes.
"Kami tidak salah membuat Perdes dan tidak mengikuti peraturan yang ada, yakni tentang undang-undang 30 tahun 2014 pasal 4, Kepala Badan, Kepala Pemerintahan, bisa melakukan diskresi membuat aturan kebijakan terhadap sesuatu kegiatan yang belum diatur oleh peraturan yang ada," imbuhnya.
Selanjutnya dengan penyesuaian, Perdes adalah sebuah produk hukum yang legal tapi karena dibuat mengacu pada undang-undang nomor 30 tahun 2014 bab 4 yang membolehkan bagi Kepala Badan untuk melakukan diskresi.
"Sehingga kami nanti ke depan akan melakukan dialog dengan mereka dalam rangka untuk menyatukan visi, agar Kabupaten Blitar tetap kondusif dan di antara elemen yang ada di satu desa baik LSM maupun media satu visi satu pemahaman untuk memajukan desa.
"Kami ingin bersama-sama untuk merapatkan barisan untuk koordinasi bersama dengan beliau-beliau semuanya," pungkasnya. (za/mp)
