Indonesia Dibungkam Jepang 6-0: Momentum Refleksi Menuju Indonesia Unggul dan Bermental Juara

Keterangan Gambar : Gema Sasmita, tokoh nasional yang juga menjabat sebagai Wakomtap Bidang Pemuda dan Olahraga KADIN Indonesia.
MEGAPOLITANPOS.COM, Jakarta- Kekalahan Timnas Indonesia dari Jepang dalam laga lanjutan putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026, dengan skor 6-0 di Saitama Stadium Jepang, membuka babak refleksi mendalam bagi bangsa. Ini bukan sekadar kekalahan di lapangan, melainkan cermin telanjang akan lemahnya sistem pembinaan atlet sejak usia dini di tanah air.
Jepang tampil dominan bukan karena semata kualitas individu, tetapi buah dari sistem yang dibangun konsisten sejak dekade 1990-an. Negeri Matahari Terbit ini telah memulai pembinaan atlet usia dini melalui integrasi sekolah, akademi sepak bola, dan federasi.
Baca Lainnya :
- Indonesia Dibungkam Jepang 6-0: Momentum Refleksi Menuju Indonesia Unggul dan Bermental Juara
- Permudah Masyarakat, RSUD Kota Tangerang Buka Poliklinik Sore
- Lewat Halal bihalal Warga Kebon Bawang Bersama PLN Rajut Kembali Kepercayaan Sosial
- Kadin Peringatkan Dampak Pengosongan Rekening Bank DKI terhadap Ekonomi Jakarta
- Menteri Maman Tekankan Kolaborasi sebagai Kunci UMKM Berdaya di Negeri Sendiri
Saat ini, Jepang memiliki lebih dari 6.000 sekolah sepak bola aktif dan sistem kompetisi berjenjang dari U-8 hingga U-23.
Sementara Indonesia, meski memiliki talenta alami yang melimpah, belum memiliki sistem pembinaan usia dini yang terstandar dan terdistribusi secara nasional. Fakta lain yang menampar: Indeks Kebugaran Nasional Indonesia masih berada di angka 69,5 (dari skala 100) menurut survei Kemenkes 2023—jauh di bawah Jepang yang telah melampaui 85, dan menjadi fondasi penting ketahanan fisik atlet mereka.
Namun, di tengah kekecewaan, muncul suara optimistis dari Gema Sasmita, tokoh nasional yang juga menjabat sebagai Wakomtap Bidang Pemuda dan Olahraga KADIN Indonesia. Dalam wawancara usai pertandingan, ia menegaskan, “Capaian Timnas Indonesia hingga ke putaran keempat ini adalah sejarah. Ini bukan kegagalan, ini pijakan awal menuju kebangkitan besar sepak bola nasional.”
Posisi Indonesia di Klasemen dan Asa yang Masih Ada
Indonesia saat ini menduduki posisi ketiga klasemen grup, di bawah Jepang dan Arab Saudi. Dengan satu laga tersisa, peluang lolos langsung ke ronde final kualifikasi memang menipis. Namun, jalur play-off masih terbuka, dan itu adalah pencapaian yang belum pernah diraih Indonesia sebelumnya dalam sejarah keikutsertaan di kualifikasi Piala Dunia.
Sudah Ada Pembinaan, Tapi Belum Terintegrasi
PSSI sejatinya telah memulai inisiatif pembinaan usia dini, termasuk melalui program Garuda Select dan kerja sama internasional. Bahkan, keterlibatan tokoh sepak bola seperti Simon Tahamata, legenda Belanda berdarah Maluku, menjadi langkah maju dalam mendidik pemain muda Indonesia tentang teknik dasar, kecerdasan bermain, dan mentalitas kompetitif.
Namun, menurut Gema, langkah-langkah tersebut masih sporadis. “Kita belum punya Pusat Pembinaan Atlet Nasional Usia Dini yang benar-benar terintegrasi dari Sabang sampai Merauke. Harus ada kurikulum nasional olahraga, yang masuk dari tingkat SD dan ditopang oleh anggaran serta kebijakan lintas kementerian,” tegasnya.
Manuver Erick Thohir: Awal yang Baik, Tapi Perlu Diperluas
Di bawah kepemimpinan Erick Thohir, PSSI memang telah bergerak cepat. Mulai dari pembenahan liga, pelatihan wasit, diplomasi internasional, hingga naturalisasi pemain. Namun, Gema Sasmita mengingatkan: “Strategi jangka pendek seperti naturalisasi perlu, tapi jangan sampai menutupi kewajiban utama: membina manusia Indonesia yang unggul, sehat, dan bermental juara sejak dini.” Katanya.
Sebagai pengurus KADIN, Gema juga mengusulkan adanya kemitraan nasional antara sektor swasta, pemerintah, dan komunitas untuk mempercepat pembangunan ekosistem olahraga dari akar rumput. “Kita harus membangun sistem industri olahraga nasional, bukan hanya timnas,” terangnya.
Momentum Berbenah
Kekalahan dari Jepang adalah panggilan untuk bangkit. Saatnya Indonesia berhenti bergantung pada talenta alamiah semata. Yang dibutuhkan sekarang adalah sistem. Butuh konsistensi. Butuh keberanian untuk membangun masa depan dari anak-anak hari ini.
"Kalau Jepang bisa membangun sejak 30 tahun lalu, kenapa kita tidak bisa mulai hari ini, " Tutup Gema Sasmita.(Reporter: Achmad Sholeh Alek).
