Ini Reaksi Dunia Terhadap Kudeta Militer di Gabon
Keterangan Gambar : Poto: Warga Gabon gembira merayakan lengsernya Presiden Ali Bongo, usai dikudeta militer setelah memenangkan pemilu.
MEGAPOLITANPOS, Gabon- Dunia bereaksi keras terhadap kudeta militer di Gabon, negara terbaru di benua Afrika yang mengalami pergantian kekuasaan secara paksa setelah Burkina Faso, Chad, Guinea, Mali, dan Sudan.
Sebuah petikan pernyataan kelompok tentara yang melakukan kudeta di Gabon hari Rabu (30/8). Kelompok yang menamakan dirinya “Komite Untuk Transisi dan Pemulihan Institusi” atau “Committee for the Transition and the Restoration of the Institutions” CTRI mengklaim atas nama rakyat Gabon, memutuskan untuk mengakhiri rezim yang berkuasa.
Di kutip dari VOA, Kelompok tentara itu juga mengatakan telah membatalkan hasil pemilu presiden Senin lalu (28/8) yang akan memperpanjang kekuasaan keluarga Bongo yang telah berlangsung selama 55 tahun.
Baca Lainnya :
- Dukung Inklusi Keuangan, BNI Turut Meriahkan Hari Disabilitas Internasional 2024
- Kerajinan Tangan Indonesia Pikat Wisatawan di Provinsi Sinai Selatan Mesir
- Bergabung Menjadi Distributor K-Link, Dapatkan Keuntungan 100 Miliar Dengan Modal Rp. 2,5 Juta.
- Menkumham Yasonna Laoly Tekankan Pentingnya Literasi Keagamaan Lintas Budaya
- Lebih dari 3.000 Peserta Ikuti Kompetisi Drum Internasional di Kota Tangerang
Komite Pemilihan Umum Gabon Rabu pagi mengumumkan bahwa Presiden Ali Bongo Ondimba, yang berusia 64 tahun, telah memenangkan pemilu dengan meraih 64% suara.
Namun beberapa menit setelah pengumuman itu, terdengar suara tembakan di pusat ibu kota Libreville. Puluhan tentara berseragam muncul di televisi pemerintah dan mengumumkan mereka telah mengambil alih kekuasaan.
Seorang tentara yang mengklaim sebagai juru bicara, mengatakan, “Semua institusi republik telah dibubarkan.”
Prancis Kutuk Kudeta di Gabon
Dunia bereaksi keras terhadap kudeta di Gabon, yang kedelapan yang terjadi di benua Afrika sejak tahun 2020.
Juru bicara pemerintah Prancis, Olivier Veran, mengatakan Prancis “mengutuk” kudeta militer itu.
“Kami mengutuk kudeta militer yang sedang berlangsung di Gabon dan memantau dengan seksama perkembangan di lapangan. Kami menegaskan kembali harapan agar hasil pemilu, jika sudah diketahui, dapat dihormati. Kami mengamati hal ini dengan sangat cermat."
Uni Eropa, Rusia & China Pantau dengan Seksama
Hal senada disampaikan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell saat berbicara di Toledo, Spanyol, Rabu siang.
"Kami telah mengikuti apa yang terjadi namun belum mengetahui kejadian-kejadian terbaru. Tentu saja kami akan melakukan yang sama sebagaimana yang kami lakukan di Niger dan negara lain yang warganya membutuhkan bantuan,” ujarnya.
Rusia meminta warga negaranya di Gabon untuk waspada. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, "Menurut Kedutaan Besar Rusia di Libreville, tidak ada warga Rusia di Gabon yang menjadi korban. Namun kami menyarankan agar warga Rusia untuk sementara waktu menahan diri dari bepergian ke Gabon kecuali jika benar-benar diperlukan."
Sementara China meminta semua pihak di Gabon untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan rakyat, dan menyelesaikan perbedaan yang ada secara damai, memulihkan ketertiban umum sesegera mungkin dan menjamin keselamatan pribadi Presiden Bongo.
Upaya kudeta ini terjadi sekitar satu bulan setelah tentara pemberontak di Niger mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang terpilih secara demokratis, dan merupakan yang terbaru dari serangkaian kudeta yang menantang pemerintah yang memiliki hubungan dengan Prancis, bekas penjajah di wilayah tersebut.
Tidak seperti Niger dan dua negara Afrika Barat lainnya yang dikuasai oleh junta militer, Gabon tidak pernah dilanda kekerasan jihad dan relatif stabil. [AS]