- PMJAK Desak KPK Beri Kepastian Hukum Dugaan Korupsi Rano - Mas Pram Terkait e- KTP dan Alkes
- Gugat RUPSLB PT. NKM, Diduga Seret Nama Doddy Efendi Dirut PDAM TB
- 103.845 Kelompok Penyelenggara KPPS Pilkada DKI Jakarta Resmi Dilantik
- Dibuka Seleksi Petugas Haji 2025 Tingkat Daerah, Simak Syarat dan Tahapannya
- Satbrimob PMJ Adakan Kegiatan Makan Siang Bergizi Gratis di SDN 01 Hegarmukti Cikarang
- Menteri Koperasi Komitmen Dongkrak Rasio Anggota Koperasi Menjadi 60 Juta
- Dandim 0506/Tangerang Kunjungi Makoramil 06/Cbd, Tinjau Rehap dan Berikan Arahan kepada Anggota
- Pjs Bupati Ikuti Pengucapan Sumpah Janji Pimpinan DPRD Kabupaten Asahan Masa Jabatan 2024-2029
- Pemerintah Kabupaten Asahan Gelar B2SA Goes To School
- UPT Jasa Raharja Perwakilan Asahan Silaturahmi dengan Pemkab Asahan
JIP Adakan Media Brief Advocate For Health, Ending AIDS 2030
Keterangan Gambar : Jaringan Indonesia Positif (JIP) Gelar Media Briefing Terkait Tes Viral Load HIV Bersama Pimpinan Media dan NGO di Hotel Novotel Kota Tangerang
MEGAPOLITANPOS.COM, Kota Tangerang-Tes viral load (VL) HIV merupakan tes darah yang penting untuk mengukur keberhasilan orang dengan HIV dalam menjalankan pengobatan. Tes ini dilakukan secara rutin setiap bulan atau minimal dilakukan kali dalam setahun.
Tes VL6 dilakukan secara rutin karena durasi pengobatan HIV dilakukan seumur hidup. Tujuan dari hasil tes ini untuk melihat apakah pengobatan berjalan efektif atau tidak dan dilakukan dengan mengukur kadar atau jumlah virus HIV dalam diri orang dengan HIV.
Jika hasil tes VL menunjukkan pengobatan ARV pada orang dengan HIV tidak berjalan
dengan baik, hal ini dapat menjadi dasar bagi dokter untuk menentukan pengobatan
selanjutnya.
Baca Lainnya :
- Ngopi Bareng Bang JP Sahabat Media Kodim 0501/JP
- Dangrup 1 Kopassus Kol. Inf Romel J.W Gelar Ngopi Bareng dengan Wartawan Se-Banten
Timotius Hadi selaku Advocacy Specialist program Advocate For Health mengatakan Pemerintah berkomitmen untuk mengakhiri AIDS di tahun 2030 (dikenal dengan
"Ending AIDS" 2030) merujuk pada komitmen global dengan menggunakan indikator 95-95-95.
"Indikator 95-95-95 menyebutkan bahwa; pertama, 95% orang yang diperkirakan hidup dengan HIV akan mengetahui status HIV-nya (testing), kedua, 95% orang yang telah mengetahui status HIV mendapatkan pengobatan ARV dan perawatan
HIV, serta 95% orang yang telah mendapatkan terapi ARV mengalami supresi virus yang
dapat diketahui melalui tes VL," ujarnya.
Menurutnya Ketiga indikator tersebut masuk dalam kebijakan
Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 23 tahun 2022 tentang penanggulangan
HIV dan IMS. Bahwa pemerintah berkomitmen dalam menyediakan pengobatan ARV dalam rangka untuk mendorong jumlah virus dalam tubuh orang dengan HIV dapat tersupresi sehingga berdampak pada penularan HIV yang lebih rendah.
Masih menurut Hadi berdasarkan indikator di atas, Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan angka cakupan
tes HIV, angka pengobatan ARV dan tes VL untuk mengakselerasi keberhasilan program
penanggulangan HIV.
Berdasarkan hasil yang dipaparkan Kementerian Kesehatan Rl per Desember 2022, indikator 95% pertama saat ini baru tercapai 81%. Adapun indikator
95% kedua baru tercapai sebanyak 42% dari temuan 95 pertama. Terakhir, indikator
95% ketiga, baru 20% yang mendapatkan tes VL dari temuan 95 kedua.
"Oleh karena itu, saat ini pemerintah bersama dengan LSM dan masyarakat terus
berupaya melakukan akselerasi dalam meningkatkan capaian 95-95-95.
Beberapa diantaranya dengan melakukan melakukan skirining berbasis komunitas, menyediakan pengobatan
ARV dengan rejimen yang lebih sederhana termasuk membuka penganggaran
APBD daerah untuk dapat mendukung
program nasional dalam penanggulangan HIV," katanya.
Hadi menjelaskan stigma dan diskriminasi masih menjadi tantangan terbesar dalam penanggulangan HIV di Indonesia.
Masyarakat masih takut untuk melakukan tes HIV, takut diketahui status
HIV-nya dan takut datang ke layanan HIV untuk mendapatkan pengobatan. Adanya
informasi yang salah terkait dengan HIV di masyarakat, membuat stigma dan
liskriminasi sulit dihilangkan. Bentuk-bentuk stigma yang terjadi juga beragam.
"misalnya pengusiran dari lingkungan sosial dengan alasan bahwa masyarakat sekitar
yang menolak, pemberhentian dari pekerjaan karena kualitas kinerja dan berbagai bentuk diskriminasi lainnya Pencapaian indikator 95-95-95 harus menjadi tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat," Tuturnya.Jhn