Komisi III DPRD Kabupaten Blitar Ambil Langkah Akan Sidak Tambang Pasir Diatas Tanah Kas Desa Selokajang oleh CV Wahyu Lestari Berkah

MEGAPOLITANPOS.COM, Blitar - Komisi III DPRD Labupaten Blitar angkat bicara terkait kegiatan penambangan pasir yang diduga kuat masuk kawasan tanah kas desa Desa Selokajang, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, menuai perhatian Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, hal ini mencuat ke permukaan setelah ada informasi sejumlah masyarakat. proyek yang dikelola CV Wahyu Lestari Berkah itu kini berada dalam sorotan serius DPRD Kabupaten Blitar, khususnya Komisi III, karena potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Usai menggelar pertemuan terbuka dengan berbagai pihak terkait pada Rabu (30/4/25) bersama Komisi III DPRD langsung mengadakan rapat internal tertutup sebagai tindak lanjut dari aspirasi dan kekhawatiran masyarakat.
“Ini bukan hanya soal perizinan atau pendapatan desa. Ini tentang masa depan lingkungan dan keselamatan masyarakat,” tegas Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Sugianto, saat dikonfirmasi.
Baca Lainnya :
- Kemendagri Beri Penghargaan SPM Terbaik 2025 kepada Pemda
- Kadin Kabupaten Tangerang Gandeng KPK RI : Cegah Korupsi
- Pemkot Tangerang Raih Juara 1 Tingkat Nasional Penerapan SPM, Mendagri : Bukti Negara Hadir di Tengah Masyarakat
- 2.2 Miliar APBD 2025 Disiapkan Pemkab Majalengka Wujudkan JALISMA, Ini Harapannya
- FKUB Kabupaten Serang adakan Dialog Tokoh Lintas Agama
Ia menegaskan lagi, kami sudah jadwalkan peninjauan lapangan dalam waktu dekat untuk melihat langsung kondisi di sana.
Dalam hearing yang digelar sebelumnya, terungkap bahwa pihak pelaksana tambang mengantongi Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) yang sah. Sebagai bentuk kontribusi ke desa, aktivitas tambang ini memberikan pemasukan sebesar Rp 300 ribu per rit (ritase) ke kas desa. Namun, dewan menilai bahwa persoalan tambang tak sesederhana soal legalitas atau uang semata.
“Yang menjadi perhatian utama kami adalah pengawasan. Hari ini mungkin masih dalam batas lahan aset desa, tapi jika tidak dikendalikan, ada potensi area di luar itu ikut ditambang. Itu yang bisa memicu masalah serius, seperti longsor atau kerusakan lingkungan yang tidak terkendali,” kata Sugianto menambahkan.
Desa Selokajang memang dikenal memiliki potensi pasir yang melimpah. Namun, potensi alam ini menjadi pisau bermata dua: antara peluang ekonomi dan risiko ekologis. Banyak pihak mengakui bahwa dana dari sektor tambang bisa memperkuat keuangan desa. Namun, DPRD menekankan pentingnya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Jangan sampai hanya karena mengejar keuntungan jangka pendek, kita mengorbankan generasi mendatang. Sekali lingkungan rusak, biayanya jauh lebih mahal dari pendapatan apa pun,” ujar Sugianto dengan nada serius.
Ia juga mengingatkan bahwa semua pihak, mulai dari pemerintah desa hingga pelaksana tambang, harus memperhatikan tata kelola lingkungan. Komisi III sendiri menyatakan komitmennya untuk terus mengawal persoalan ini agar tidak berkembang menjadi konflik sosial yang lebih besar.
Langkah berikutnya, selain inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi, DPRD juga akan mempertimbangkan keterlibatan lembaga lingkungan independen untuk melakukan kajian dampak tambang terhadap wilayah sekitar.
“Jika memang terbukti ada pelanggaran atau risiko besar terhadap lingkungan, kami tak akan ragu merekomendasikan penghentian sementara kegiatan tambang hingga semua aspek bisa dievaluasi ulang,” pungkasnya.
Isu tambang di Selokajang menjadi refleksi penting bagi daerah lain di Kabupaten Blitar yang juga memiliki potensi sumber daya alam. Transparansi, pengawasan, dan tanggung jawab lingkungan harus menjadi prinsip utama dalam setiap aktivitas eksploitasi sumber daya. (za/mp)
