Praktik Korupsi Masih Subur Di Sekolah, Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Makin Gelap.
Agung Nugroho, Pemred Megapolitanpos.com

By Agung Nugroho 06 Des 2023, 06:15:21 WIB Opini
Praktik Korupsi Masih Subur Di Sekolah, Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Makin Gelap.

Keterangan Gambar : Poster Stop Korupsi (KPK)


JAKARTA. Budaya korupsi di Indonesia seperti menemui jalan buntu. Ditengah makin maraknya tindak pidana korupsi yang terjadi di negeri ini, masyarakat Indonesia semakin dipertontonkan secara mata telanjang praktik korupsi yang terjadi. Korupsi terjadi hampir di semua segi pemerintahan mulai dari bawahan sampai elit. Korupsi dilakukan secara masif oleh pelakunya menggunakan berbagai cara dan bentuk yang sangat kompleks tanpa  memandang  status. 

Kebanyakan     korupsi     dilakukan karena    memberikan    keuntungan    bagi pelakunya.   Korupsi   hanya   terjadi   jika pegawai  umum  mengaharapkan  mendapat keuntungan  bersih  dari  transaksi  (Centner, 2008).    Ketika    ada    kesempatan    yang menguntungkan    maka    tingkat    korupsi menjadi  tinggi  (Azfar,  Lee,  and  Swamy, 2001).  Seperti  anak meminta  uang  saku yang  lebih  dari  uang  saku  yang  diberikan pada   hari-hari   biasanya,   dengan  alasan untuk   membeli   alat   tulis.   Akan   tetapi, sebenarnya    uang    saku    tersebut    tidak dibelikan    alat    tulis,  melainkan untuk membeli jajanan.  Kasus  yang  memberikan untung    bagi    pribadinya    sendiri    akan berdampak    pada    kasus-kasus    lainnya. Anak  akan  berbuat  dengan  cara  apapun asalkan   dapat   memberikan   keuntungan. Kasus    seperti    itu    hanyalah    beberapa contoh   kecil   dari   sekian   banyak   kasus. Masih  banyak  lagi  perbuatan  anak-anak yang   lainya   mengarah   pada   perbuatan korupsi.

Menurut    Becker,    Hauser,    dan Kronthaler    (2013)    kebanyakan    siswa kesulitan untuk mengidentifikasi perbuatan yang termasuk korupsi dan akibat apa yang ditimbulkan oleh perbuata korupsi tersebut. Selanjutnya, usaha untuk mengantisipasi korupsi seharusnya memiliki  kesadaran  untuk  mengenali korupsi (Tanaka, 2001). Sudah tahu bahwa perbuatan   korupsi   dilarang,   tetapi   tetap saja  dilakukan  karena  lingkungan  sekitar dikelilingi  oleh  perbuatan-perbuatan  yang serupa  dengan  korupsi.

Baca Lainnya :

Hal tersebut menjadi dasar pendidikan antikorupsi perlu digalakkan di sekolah. Menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai langkah preventif dalam pendidikan di sekolah dasar. Hal ini bertujuan  mengurangi tingkat korupsi tidak  hanya  cukup  dengan  hukuman  saja, tetapi  juga  harus  membangun  sistem  yang intensif  salah  satunya  melalui  kampanye pendidikan  (Vaknin,  2009).  Di  sisi  lain Akbar dan Vujic (2014) mengatakan untuk mencapai target     yang tinggi perlu dilakukan pada semua  level  masyarakat, dari  sekolah  dasar  sampai  tempat  kerja.

Ironisnya, hal tersebut tidak dapat berjalan, sekolah yang diharapkan menjadi pondasi awal tertanamnya jiwa-jiwa anti korupsi sehingga kelak di Indonesia akan lahir generasi   yang   bersih   dan bebas korupsi justru menjadi lingkungan yang menanamkan jiwa yang membenci tindakan anti korupsi.

Masih banyaknya praktik korupsi yang dilakukan kepala sekolah, bendahara sekolah dan sejajarnya. Ini membuktikan orang-orang  sekitar  secara  tidak  langsung menjadi  contoh  perbuatan  yang  dilarang tersebut.  Apalagi tingkat  sekolah dasar, anak-anak mudah menirukan apa yang mereka lihat secara langsung. 

Kondisi ini makin diperparah dengan keterlibatan orangtua murid yang ikut menyuburkan praktik korupsi di sekolah dengan melakukan pungutan liar (pungli) kepada orangtua murid. Melalui komite sekolah, dengan alasan uang kas dan donasi. pungutan liar ini dilakukan oleh perwakilan kelas (korlas) di setiap kelas.

Pungli dapat dikelompokkan ke dalam tindak pidana khusus (korupsi) dan tindak pidana umum (pemerasan). Riset Hutur Pandiangan (2020) menyatakan, pungli kebanyakan dilakukan oleh aparat dan digolongkan sebagai korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sementara itu, riset lain membatasi pungli sebagai kejahatan jabatan.

Acap kali, pungli ini dibiarkan oleh pihak sekolah karena berhubungan dengan kepentingan pihak sekolah seperti pemberian kenangan-kenangan di akhir tahun ajaran. Sehingga komite sekolah merasa bahwa perbuatan punglinya direstui dan diijinkan oleh pihak sekolah.

Terkait dengan pungli ini diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (f), dan (g) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20/2001.  Namun pungli di sekolah ini sangat sulit diberantas karena ketika laporan pungli ini mencuat pihak sekolah akan dengan mudah melepaskan diri dengan pernyataan sekolah tidak mengetahui jika ada pungli yang dilakukan oleh komite.

Yang menjadi keperihatinan kita bersama adalah lingkungan sekolah justru membangun karakter peserta didiknya untuk membenci orang-orang yang melaporkan praktek pungli di sekolah. Dengan dalih mencemarkan nama baik sekolah, peserta didik dikondisikan oleh sekolah untuk memusuhi orang-orang yang melaporkan praktik pungli. 

Sehingga menjadikan pendidikan antikorupsi  sebagai langkah  preventif dalam pendidikan di sekolah menemui jalan buntu karena masih jauh harapan terwujudnya lingkungan sekolah yang bebas korupsi. Butuh keseriusan pihak sekolah untuk benar-benar menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai pondasi menanamkan anti korupsi pada peserta didik.

Kepala    sekolah    sebagai leader sekaligus  pembuat  kebijakan  di  sekolah dasar    memiliki    peran    penting    dalam mewujudkan pendidikan antikorupsi. Bagaimana     seharusnya     tujuan     dapat dicapai maka kepala sekolah secara umum memberikan  tanggung  jawab  kepada  guru (Andersson,   Gunnarsson,Rosen,   2015).

Kepala     sekolah     menyusun rencana dan mengevaluasi program pendidikan antikorupsi. Guru mengajarkan pendidikan anti  korupsi  di  sekolah  dengan cara   yang   baik.   Komite   sekolah   dan masyarakat   memberikan  dukungan   dan contoh    dalam    menerapkan    pendidikan antikorupsi.    Semua    pihak    atau    warga sekolah  bersinergi  melakukan  tugas  sesuai peran dan tanggungjawab dalam keberhasilan pendidikan antikorupsi.

Sehingga pemberantasan korupsi di Indonesia bisa mendapat jalan terang, karena mengurangi    tingkat    korupsi tidak  hanya  cukup  dengan  hukuman  saja, tetapi  juga  harus  membangun  sistem  yang intensif  salah  satunya  melalui  kampanye pendidikan  (Vaknin,  2009).




  • Sosok yang Murah Senyum, Selamat Jalan Herry Barus

    🕔03:57:55, 10 Agu 2024
  • Ketum PB. Formula: Kenapa Bangsa Arab Diam Melihat Pembantaian oleh Zionis Israel Terhadap Rakyat Palestina

    🕔14:10:52, 15 Apr 2024
  • Ada Pembacaan Ratib dan Tausiyah Politik di Kalibata Sebelum Konvoi Menuju JIS

    🕔06:09:12, 09 Feb 2024
  • Prabowo Dan Politik Kebohongan.

    🕔06:34:21, 30 Des 2023
  • Anies Baswedan Membawa Fenomena Baru Kampanye Pemilu 2024

    🕔20:52:26, 25 Des 2023
  • Loading....


    Kanan - Iklan Sidebar

    Temukan juga kami di

    Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.