- Bukan Sekedar Musik, Trio Kuda Rilis Album Perdana Bertajuk Thrash Blues
- Kades Mojorejo Apresiasi Warga Swadaya Urug Jalan Berlobang
- Generasi Muda Siap Pimpin Tren Modest Fashion Dunia, JMFW 2026 Jadi Panggung Lahirnya Desainer Muda Indonesia
- Tingkatkan Ukuwah Islamiyah, Babinsa Daru Hadiri Tilawatil Qur\'an Tingkat Desa
- Cegah Gangguan Keamanan, Koramil Serut dan Komduk Patroli Malam
- Patroli Malam Bersama Komduk, Wujud Sinergi TNI dan Warga Jaga Keamanan
- Langkah Nyata Bupati Shalahuddin Pastikan Infrastruktur Berkualitas di Barito Utara
- Usai Larangan Thrifting Ilegal, Kementerian UMKM Fasilitasi Pedagang Beralih ke Produk Lokal
- Kolaborasi Positif DAD Barito Utara dan PT SMM, Wujud Kepedulian untuk Anak Kurang Mampu
- Pelayanan BPKB Ditlantas Polda Metro Dapat Pujian dari Warga, Dinilai Cepat dan Ramah
Penyelesaian Dualisme di Banten Dinilai Sepihak, PWI Tangsel dan Kabupaten Tangerang Minta Pusat Turun Tangan

Keterangan Gambar : Logo PWI
Baca Lainnya :
- Pelayanan BPKB Ditlantas Polda Metro Dapat Pujian dari Warga, Dinilai Cepat dan Ramah
- KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka, Diduga Minta Jatah Preman Rp 7 Miliar dari Proyek Jalan
- Pedagang Mengeluh, Kios Terhalang Tumpukan Tanah Galian Drainase
- M.Rifa\'i Pimpin Paripurna, Penyampain Bupati Tentang Nota Keuangan dan Raperda APBD 2026
- Bayu Setyo Kuncoro Dari Panggung Politik ke Ladang Melon
MEGAPOLITANPOS.COM, KAB.TANGERANG – Polemik dualisme kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di sejumlah kabupaten/kota di Provinsi Banten kembali memanas. Sejumlah pihak menilai, langkah penyelesaian yang dilakukan PWI Banten justru terkesan sepihak tanpa melibatkan seluruh pihak yang terlibat dualisme.
Persoalan itu mencuat setelah PWI Banten menggelar rapat pleno pada Sabtu (11/10/2025) di Kota Cilegon. Dari rapat tersebut, beredar berita bahwa telah ditetapkan hasil penyelesaian dualisme kepengurusan di beberapa daerah, termasuk di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang.
Dalam keputusan itu, Selly Loamena disebut ditetapkan sebagai Ketua PWI Kabupaten Tangerang, sedangkan Edy Riyadi dinyatakan sebagai Ketua PWI Kota Tangerang Selatan. Namun, keputusan ini menuai protes karena dianggap tidak melalui mekanisme yang semestinya.
Ketua PWI Kota Tangerang Selatan yang masih menjabat, Ahmad Eko Nursanto, menegaskan bahwa dirinya tidak pernah diundang dalam proses perundingan penyelesaian dualisme tersebut. “Saya tidak diundang dalam perundingan penyelesaian dualisme. Tiba-tiba sudah ada penetapan. Ini keputusan sepihak,” ujarnya, Minggu (12/10/2025).
Eko menjelaskan, dalam penyelesaian dualisme di tingkat provinsi sebelumnya, PWI Pusat selalu mengundang kedua belah pihak untuk bermusyawarah. Namun kali ini, menurutnya, hal tersebut diabaikan oleh PWI Banten. “Kalau di tingkat provinsi saja kedua pihak diundang, kenapa di kabupaten/kota tidak ada perundingan sama sekali? Ini jelas janggal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Eko menilai penetapan Edy Riyadi sebagai Ketua PWI Tangsel bertentangan dengan aturan organisasi. Ia menyebut keputusan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.
“Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kongres PWI di Anyer, nama Edy Riyadi tidak tercantum sebagai anggota PWI Kota Tangsel. Kalau secara administrasi keanggotaan saja tidak ada, bagaimana mungkin bisa diangkat menjadi ketua?” ungkap Eko.
“Ditambah lagi Edy ini bukan wartawan dengan UKW Madya, sementara di PD/PRT jelas syarat untuk menjadi Ketua Kabupaten/kota itu harus wartawan madya,” tambah Eko.
Eko juga menyoroti tindakan Edy Riyadi yang disebut telah mendaftarkan PWI Tangsel ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Ia menilai langkah tersebut sebagai kekeliruan besar. “PWI itu organisasi profesi wartawan, bukan ormas, LSM, atau yayasan. Dengan mendaftarkan ke Kesbangpol, justru mereduksi martabat PWI dan menyalahi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” tegasnya.
Pernyataan senada disampaikan Plt. Ketua PWI Kabupaten Tangerang, Sri Mulyo yang menilai penetapan Ketua PWI Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan tidak melalui mekanisme organisasi.
“Dalam PD/PRT PWI sudah jelas disebutkan bahwa ketua kabupaten atau kota harus ditetapkan melalui konferensi. Selain itu, calon ketua wajib memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) minimal tingkat Madya. Faktanya, syarat itu tidak terpenuhi,” ujarnya tegas.
Menurut Sri Mulyo, keputusan yang diambil tanpa mekanisme Konferensi sama saja mengabaikan aturan organisasi dan berpotensi menimbulkan konflik baru di tubuh PWI Banten.
Ia menekankan bahwa kepengurusan PWI kabupaten/kota harus dijalankan secara transparan dan berlandaskan pada aturan yang berlaku.
Ia menambahkan, penyelesaian dualisme kepengurusan di tingkat daerah seharusnya dilakukan dengan tetap mengacu pada amanat kongres dan PD/PRT PWI.
“Kalau mau menjaga kehormatan profesi wartawan, maka aturan organisasi harus ditegakkan. Tidak boleh ada yang bermain-main dengan jabatan, apalagi melanggar PD/PRT,” imbuhnya.
Dengan adanya polemik ini, sejumlah pihak di internal PWI Tangsel dan Kabupaten Tangerang meminta PWI Pusat untuk turun langsung menyelesaikan permasalahan dualisme tersebut. Mereka menilai langkah itu penting agar konflik tidak berlarut dan marwah organisasi tetap terjaga.
“PWI Pusat harus memberikan atensi khusus terhadap kondisi di Banten. Jangan sampai persoalan ini mencoreng nama baik organisasi yang seharusnya menjadi wadah profesionalisme wartawan,” pungkas Sri Mulyo.
Terlebih lagi saat ini Banten ditunjuk sebagai tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN) 2026, sehingga penyelesaian dualisme kabupaten/kota di Banten harus dilakukan sesuai aturan dan sesuai amanat Kongres Persatuan PWI di Cikarang. (*)

















