Jari Pena, Komite Sekolah Masih Menjadi Alat Pungli Di Sekolah, Korlas Masih Ada Di Banyak Sekolah
Melakukan Pungutan Dengan Alasan Uang Kas

Keterangan Gambar : Jaringan Relawan Indonesia Untuk Pendidikan Nasional (JARI PENA)
Jakarta. Jaringan Relawan Indonesia Untuk Pendidikan Nasional (Jari Pena) melaporkan terkait masih maraknya pungutan di sekolah melalui komite sekolah dengan alasan uang kas dan donasi. Pungutan ini dilakukan oleh perwakilan kelas (korlas) di setiap kelas kepada Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta.
Terkait pungutan di sekolah ini banyak keluhan yang disampaikan orangtua siswa melalui Jari Pena. Apalagi, penggunaan uang kas tersebut bukan untuk kepentingan siswa , seringkali digunakan untuk membeli barang operasional sekolah seperti Lampu, ATK, Alat Kebersihan, dan lain lain yang secara anggaran sudah dianggarkan melalui BOS dan BOP.
Hal ini disampaikan oleh Aida Zaskia, ketua umum Jari Pena langsung kepada Plt. Disdik DKI Jakarta, Purwosusilo, hari ini 10 Oktober 2023 di ruang auditorium disdik DKI lantai 5.
Baca Lainnya :
- Dukung Pendidikan Inklusif, PLN dan Panti Sosial Bina Netra dan Rungu Wicara (PSBNRW) Cahaya Batin Gelar Pelatihan Bersama
- Hardiknas 2025, Bupati Majalengka H. Eman Sampaikan Amanat Mendikdasmen RI Bersama Mewujudkan Pendidikan Bermutu
- Formula DKI Jakarta Berikan Subsidi Harga Pembuatan Akte Notaris dan SK Kumham Yayasan Untuk Masjid, Musholla dan Majlis Taklim
- Wow, 75 UMKM DKI Sediakan 15.000 Porsi Makanan, Sambut Pramono Rano
- Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto Rotasi 24 Kapolsek
Dalam penyampaiannya Zaskia mengutarakan temuan Jari Pena bahwa masih banyak sekolah di DKI Jakarta yang melakukan pungutan kepada orangtua murid dan siswa.
"Komite Sekolah sering menjadi alat kepanjangan tangan pihak sekolah untuk melakukan pungutan kepada siswa dan orang tua siswa dengan alas an untuk uang kas melalu korlas" ungkap Zaskia.
Masih diungkap Zaskia, justru ketika siswa dan orangtua membutuhkan lembar dokumen yang harus di fotocopy bukannya menggunakan uang kas tapi malah melakukan pungutan lagi untuk fotocopy.
Belum lagi jika memasuki akhir tahun ajaran, komite sekolah melalui korlas di setiap kelas berubah seperti debt collector lembaga fiducia, menagih uang kas dan uang donasi untuk memberikan kenang-kenangan kepada wali kelas, kepala sekolah, dan guru, tambah Zaskia.
"Kenangan-kenangan yang diberikan harganya mencapai jutaan rupiah, ada yang berbentuk perhiasan emas, logam mulia antam, sampai peralatan elektronik" bongkar Zaskia.
"Ada satu SMAN di Jakarta Selatan jika dihitung-hitung pengeluarannya melebihi pengeluaran SMA Swasta, akibat pungutan yang dilakukan komite sekolah" cerita Zaskia.
Meski korlas sudah dibubarkan oleh disdik DKI, namun pada faktanya masih banyak ditemui korlas di sekolah -sekolah yang masih berjalan.
"Sayangnya himbauan untuk membubarkan korlas dari disdik DKI tidak dilandasi dengan surat edaran, alasannya karena korlas adalah ilegal sehingga tidak perlu hal legal (surat edaran) untuk membubarkannya."
Padahal menurut Zaskia, walaupun korlas itu ilegal karena tidak ada aturan yang melandasi pendirian korlas di sekolah. Namun ketika itu sudah menjadi keresahan yang masif dari para orangtua siswa maka perlu kiranya landasan aturan berupa surat edaran yang isinya himbauan kepada kepala sekolah untuk membubarkan korlas.
Selain persoalan komite, jari Pena juga meminta kepada dinas pendidikan agar memberikan perlindungan kepada siswa yang diduga terlibat dalam tawuran. Perlindungan tersebut berupa jaminan tidak ada pemaksaan kepada orangtua siswa dan siswa untuk mengundurkan diri dari sekolah karena tertangkap polisi dan diduga terlibat dalam tawuran.
"karena banyak kasus ternyata siswa tersebut dijebak atau dipaksa oleh senior atau alumni sekolahnya untuk ikut tawuran. Jadi sebelum ada status tersangka dari kepolisian sebaiknya tidak ada tindakan pengeluaran siswa dari sekolahnya, apalagi dipaksa keluar oleh pihak sekolah"
Plt. Disdik DKI Apresiasi Atas Masukan Jari Pena
